Pada sesi terakhir Short Course 2025, Dr. Freya Higgins-Desbiolles dari University of Australia Selatan menyampaikan presentasi menarik berjudul “Pariwisata Regeneratif dan Pengetahuan Adat: Apresiasi, Apropriasi, dan Aliansi”. Sesi ini dimoderatori oleh Wildan Namora Ichsan Setiawan, S.I.Kom., M.Sc., dosen Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro.
Dr. Higgins-Desbiolles memulai dengan memaparkan pariwisata regeneratif bukan sekadar pengembangan dari pariwisata berkelanjutan, melainkan pendekatan transformasional yang bertujuan menciptakan efek positif bersih dengan meningkatkan kapasitas regeneratif masyarakat manusia dan ekosistem. Ia langsung beralih ke isu kritis yang muncul dalam bidang ini, menyoroti kekhawatiran bahwa gerakan pariwisata regeneratif sering berisiko mengapropriasi kerangka kerja dan pengetahuan dari pandangan dunia masyarakat adat tanpa pengakuan atau manfaat yang tepat bagi komunitas asal.
Untuk menghadapi tantangan ini, Dr. Higgins-Desbiolles memperkenalkan tipologi konseptual untuk membedakan antara apresiasi dan apropriasi. Ia mendefinisikan apresiasi sebagai tindakan mengenali dan menghargai atribut serta pengetahuan budaya lain. Sebaliknya, ia menjelaskan apropriasi sebagai pengambilan kekayaan intelektual, ekspresi budaya, atau cara pengetahuan dari budaya yang bukan miliknya. Ia menekankan bahwa dalam konteks settler-colonial, apropriasi ini sering didukung oleh rasa berhak yang terus-menerus terhadap pengetahuan dan sumber daya masyarakat adat. Oleh karena itu, Dr. Higgins-Desbiolles mengusulkan model “aliansi pendekolonian” (decolonising allyship) sebagai alternatif yang etis, yang memerlukan pembongkaran hak istimewa settler, penolakan praktik ekstraktif, dan dukungan aktif terhadap kedaulatan serta penentuan nasib sendiri masyarakat adat. Pendekatan ini melampaui sekadar gestur simbolis dan menuntut komitmen nyata.
Presentasi ditutup dengan memaparkan jalur-jalur keterlibatan etis, termasuk menghormati kearifan adat, penyampaian kebenaran tentang sejarah kolonial, dan mendukung proyek-proyek yang dipimpin masyarakat adat. Diskusi yang dimoderatori oleh Wildan Namora Ichsan Setiawan kemudian mengeksplorasi tantangan praktis dalam menerapkan pendekatan dekolonial ini, menekankan kebutuhan mendesak untuk menyelaraskan pariwisata regeneratif dengan keadilan bagi masyarakat adat.

